Sumber : true story (Vancouver, 27 April 2005)
Menjelang tengah malam, hujan masih turun dengan
derasnya. Miki mengendarai mobilnya dengan lebih perlahan dari biasanya. Bukan
hanya disebabkan jalanan licin, tetapi juga untuk jarak pandang ke depan cukup
terbatas. Seperti biasa karena pekerjaan yang menumpuk maka Miki terpaksa
pulang lebih lambat. Jalan bebas hambatan yang Miki lalui semakin sepi saja.
Sayup-sayup terdengar lagu-lagu rohani terdengar
dari sebuah stasiun radio Kristen.
Pandangan Miki hanya tertuju ke arah depan jalanan
sambil sesekali melihat rintik-rintik hujan yang menghinggap di kaca depan
mobil. Perasaan tubuhnya capek banget, sehingga seakan isi kepala terasa
kosong. Sesekali Miki menguap sambil meraba wajahnya untuk merasakan udara
dingin.
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada suatu sosok di
tepi jalan tol yang kosong. Miki tak tahu apakah itu. Secara refleks ekor
matanya menangkap suatu bentuk. Dia mengfokuskan pandangannya ternyata seorang
manusia yang basah kuyup berjalan di pinggir jalan. Orang tersebut membalikkan
tubuhnya melihat cahaya mobil Miki yang searah dengannya. Ternyata seorang
gadis. Miki hanya terbengong melihatnya. Tidak menyangka, dalam waktu semalam
ini seorang gadis berjalan sendirian kehujanan.
Mobil Miki yang melaju cepat, berlawanan dengan
otaknya yang capek. Sehingga Miki tak sempat melambatkan mobilnya. Rupanya
gadis itu membutuhkan tumpangan. Miki hanya dapat melihat dari kaca spionnya,
beberapa mobil berjalan berada dibelakang mobilnya. Ternyata mereka juga tidak
berhenti menolong si gadis. Hmm… siapa yang sudi menolong orang lain, waktunya
sudah larut malam, hujan lagi. Belum lagi resiko bagaimana kalau orang yang
meminta tumpangan itu adalah orang yang jahat ? Tetapi timbul rasa kasihan
dalam hati Miki. Bagaimana jika tidak ada seorangpun yang mau memberhentikan
mobilnya untuk menolong si gadis? Apakah gadis itu akan tetap berjalan
sepanjang jalan tol dengan basah kuyup ?
Tanpa berpikir panjang lagi Miki keluar dari jalan
tol dengan bermaksud berputar. Pikirannya yang masih bertanya-tanya tanpa
jawaban itu sudah didahului oleh tindakannya untuk mengarahkan mobilnya kembali
sampai dimana tempat si gadis berada. Dalam hati Miki berharap sudah ada orang
lain yang mempunyai rasa belas kasihan untuk menolong gadis tersebut.
Ternyata harapan Miki tidak terkabul. Hujan
tampaknya takkan berhenti dalam waktu dekat ini. Dari kejauhan Miki melihat
sosok gadis yang masih berjalan dibawah guyuran air hujan. Miki menghentikan
mobilnya didepan beberapa meter dari si gadis yang sedang berjalan.
Sambil membuka pintu kaca mobil, Miki menunggu
gadis tersebut sampai ke mobilnya.
Sang gadis
memandang selidik ke arahnya. Mungkin dia hendak menganalisa apakah Miki itu
seorang pemuda yang baik atau tidak.
“Anda hendak kemana?” tanya Miki kembali.
“Boleh saya mendapatkan tumpangan ?” balas si
gadis tanpa menjawab pertanyaan Miki.
“Anda hendak kemana ?” ulang Miki.
“Saya hendak ke perhentian bis yang terdekat.”
jawab si gadis. Dalam hati Miki merasa heran mendengar jawab si gadis. Jam
segini rasanya tidak ada bis kota yang berkeliaran.
Tetapi karena Miki melihat bahwa si gadis
rasanya memang butuh pertolongan.
“Silahkan masuk.”
Sepintas Miki melihat bahwa pakaian si gadis
yang basah tersebut akan membasahi permukaan tempat duduk mobil yang
disampingnya. Entah bagaimana dia akan mengeringkannya. Beberapa menit kemudian
suasana hening telah meliputi mereka. Mobil kembali berjalan.
Suara artis Kristen melalui radio mengiringi
mereka yang sibuk masing-masing dengan pikirannya. Miki menjadi merasa kikuk.
Tetapi paling tidak kehadiran si gadis mengusir rasa kantuknya. Pikirannya
melayang-layang. Dia belum pernah memberi tumpangan kepada seseorang di tengah
jalan.
Tiba-tiba timbul pikiran jeleknya, tak sedikit
cerita yang pernah didengarnya bahwa seorang pengendara mobil memberi tumpangan
di tengah jalan, lalu si penumpang masuk dan duduk di dalam mobil, menodong si
pengendara dengan pisau atau pistol. Tanpa sadar Miki melirik ke arah si gadis
disebelahnya. Dia hanya mematung dan memandang ke depan. Miki berdoa dalam
hati, supaya Tuhan menolong maksud baiknya ini tidak berakibat buruk.
As little children, We would dream of Christmas morn Of all the gifts
and toys, We knew we'd find But we never realized, A baby born one blessed
night Gave us the greatest gift of our lives.
Sayup-sayup terdengar suara David Meece yang mengalunkan lagu We Are the
Reason.
We were the reason, That He gave His life We were the reason, That He
suffered and died To a world that was lost, He gave all He could give To show
us the reason to live
Miki menikmati kata demi kata dari lagu tersebut dan instrumen yang
mengiringinya. Miki selalu merasa diingatkan
ketika mendengar lalu ini, bahwa betapa besar anugerah Allah terhadap hidup
manusia. Karena kita, Kristus rela
menderita memberikan nyawanya untuk menebus dosa kita.
Miki merasa heran apa telinganya tidak salah
dengar. Koq rasanya terdengar suara tangisan. Dia menoleh kearah penumpang
sebelahnya. Gadis itu menundukkan kepalanya dan menangis sengungukkan. Miki tak
habis pikir apa yang menyebabkan gadis itu menangis. Tapi dia tak tahu harus
berbuat apa. Miki hanya diam saja menunggu gadis tersebut sampai menyelesaikan
tangisnya.
Miki tercengang ketika mendengar cerita yang
keluar dari mulut si gadis.
“Aku selalu ingat, ketika aku masih kecil Mama
selalu menyanyikan lagu ini dan aku tiduran di pangkuannya. Mama selalu
bercerita tentang hidupnya yang selalu bergantung kepada Tuhan…..”
“Tetapi ketika aku mulai remaja aku selalu
memberontak untuk melawan nasehat Mama. Aku tak peduli ketika Mama sampai
menangis karena aku bertengkar dengannya. Aku sekarang hanya ingin bertemu
dengannya.” cerita si gadis disela tangisnya.
Miki mengambil tisu kering dari balik tempat
duduknya dan memberikan kepada Jenny, nama gadis itu. Miki pun mengecilkan
volume radionya. Dan Jenny bercerita bahwa dia sebenarnya melarikan diri dari
rumah Mamanya. Dia minggat bersama Tom, pacarnya. Selama seminggu mereka
berkelana dari kota ke kota di propinsi yang lain.
Sampai uang mereka berdua habis. Maka
kelihatanlah bagaimana watak asli Tom sebenarnya. Mereka sering bertengkar dan Tom sering menyalahkan Jenny
sebagai penyebab mereka lari dari rumah mereka. Sampai pada puncaknya Tom
berkelahi dengan Jenny dan memukulnya. Jenny pun melarikan diri dari Tom. Tak ada tempat
berteduh. Jenny hanya mendapat makan dari belas kasihan orang yang memberinya.
Uang yang dicuri dari kamar tidur Mamanya telah habis ludes.
Dalam sehari saja, Jenny sudah merasakan betapa
tidak enaknya menjadi orang yang tak mempunyai tujuan dan tak mempunyai tempat
tinggal yang tetap. Dihitungnya uang recehannya hasil dari meminta-mintanya,
tetapi itupun masih tak cukup untuk membeli makanan. Dengan perut kosong, dia
menerima pandangan tak peduli dari berbagai orang yang berjalan melewatinya. Dia haus, lapar, bingung dan tak tahu apa yang harus
diperbuat.
Jenny mulai menyesali tindakannya. Mamanya selalu
menasehati untuk tidak berteman dengan Tom yang bukan Kristen itu. Tetapi sebagai remaja, Jenny merasa Mamanya
tidak berhak melarang dia berteman dengan siapa saja. Semakin dia dilarang,
Jenny semakin keras kepala. Jenny merasa bosan mendengar nasehat Mamanya.
Maka dia pun makin dekat dengan Tom, sampai
mereka berdua berencana untuk berkelana ke kota-kota lain yang belum pernah
mereka kunjungi.
Kini dia tak mempunyai tujuan. Kecuali dia kembali ke rumah Mamanya. Dia
berharap Mamanya masih mau menerima dia. Tetapi bagaimana dia dapat kembali ke
rumahnya, jika dia tak mempunyai uang seperserpun. Takut, cemas dan berbagai
perasaan bergejolak dalam hati Jenny. Dia hanya melangkahkan kakinya berjalan,
dengan satu tujuan kembali pulang ke rumah Mamanya.
“Aku kuatir Mama akan marah padaku.”
“Jen, kalau mama kamu marah itu normal. Kamu harus
meminta maaf sama mama. Karena sebagai seorang mama pasti kuatir kalau anaknya
berpergian apalagi kau minggat dan hilang begitu saja.” tuturku.
Jenny hanya diam.
"Aih Jen, mungkin kau belum mengerti mengapa Mama
kamu kuatir. Andaikata kamu berada diposisi Mama kamu, kamu juga pasti kuatir
kalau anakmu hilang tanpa berita. Maka kalau pun Mama kamu sampai memarahimu, kamu
harus menyadari bahwa kau salah dan kau layak dimarahi. Kau juga tak perlu malu untuk kembali ke rumah. Kau telah melakukan kesalahan kau harus menerima
resikonya. Kalau kau merasa malu, itu bagus, berarti kau menyadari bahwa kamu
melakukan sesuatu yang salah. Aku percaya bahwa Mama kamu
pasti akan menerima anaknya seperti apa adanya.
Miki menawarkan untuk mampir ke kedai kopi,
karena dia menduga mungkin Jenny belum makan malam. Tetapi ditolak secara halus
oleh Jenny. Dia ingin lebih cepat pulang ke rumah untuk dapat bertemu dengan
Mamanya.
“Oke kalau begitu aku akan mengantarkanmu sampai ke
rumah.”
“Jangan, Michael. Nanti akan merepotkanmu.” tolak Jenny.
“Ini sudah lewat tengah malam, Non, dan tak ada bis
kota yang bakal lewat. Kamu harus menunggu sampai pagi hari.” bantah Miki.
“Kamu seperti Mamaku aja.” sahut Jenny nggak mau
kalah.
“Itu juga demi kebaikanmu.”
Miki membayangkan bahwa nanti pertemuan Jenny
dengan mamanya akan mengharukan. Mungkin seperti ilustrasi Tuhan Yesus tentang
anak yang hilang yang berjalan kembali ke rumah bapaknya. Puji Tuhan, Miki
bersyukur bahwa Jenny dapat menyadari bahwa jalan kembali ke rumah mamanya
adalah satu-satunya jalan yang akan menyelamatkan dia dari mara bahaya. Tidak
sedikit Jenny-Jenny yang lain yang berpikir bahwa kembali ke rumah adalah
jawaban yang salah. Dan mereka semakin terjerumus masuk kedalam jahatnya dunia
ini. Masuk dalam jerat dunia narkoba. Masuk dalam penjualan seks. Masuk dalam dunia kejahatan. Menjadikan Jenny yang
lain hilang dan tak pernah kembali.
Miki tak menduga dari tindakannya menolong seorang
gadis di tengah jalan, yang tak pernah Miki pikirkan, paling tidak dia dapat
mengantarkan Jenny selamat sampai di rumahnya. Miki berharap Jenny belajar dari
pengalamannya tersebut, meminta ampun kepada Tuhan dan lebih mengasihi Mamanya.
Tiada tempat lain yang lebih aman daripada
tempat didalam keluarga atau rumah sendiri. Meski Miki juga tahu banyak
keluarga atau rumah yang tidak aman bagi anggota keluarganya. Tetapi sebagai
keluarga Kristen dengan Kristus sebagai pusat hidupnya, keluarga dan rumahlah
yang menjadi ayoman anggota keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar