‘The Dead Sea Scrools: Menggoncang atau Mendukung
Kekristenan?’ Demikian tema seminar yang diselenggarakan Paguyuban Amin –
Surabaya Sabtu, 6 Oktober. Tema ini sangat menghebohkan, mengingat penemuan
manuskrip yang berusia 2200 tahun bisa jadi mempertanyakan sejarahkan
kekristenan selama ini?
Sekilas Sejarah Penemuaan
Pada tahun 1947,
Muhammad el-Dib, seorang gembala Beduin dari suku Ta’famire, menemukan
naskah-naskah gulungan yang tersimpan di tempayan-tempayan kuno di gua-gua
Qumran .
Naskah-naskah itu
kemudian dijualnya kepada Kando, seorang pedagang barang-barang antik di
Yerusalem, yang akhirnya dimiliki oleh Prof. Eliezer Sukenik, guru besar Hebrew
University dan Mar Yeshue Samuil, uskup Gereja Ortodoks Syria di Yerusalem.
Menurut
penelitian palegrafi, yang kemudian dibenarkan oleh penelitian radio karbon
(C-14), ternyata naskah-naskah itu berasal dari abad II sebelum Masehi.
Dan setelah
diperiksa isinya, ternyata Kitab-Kitab Perjanjian Lama, dan beberapa dokumen
sekte Eseni. Sekte Eseni berasal dari orang-orang Yahudi di Yerusalem yang
mengungsi ke gua-gua Laut mati, karena mereka tidak puas dengan pengangkatan
Yonathan sebagai Imam Besar Bait Allah di Yerusalem.
Pendiri sekte ini
bergelar Guru Kebenaran, yang mulai masuk ke gua tahun 150 SM dan meninggal
tahun 100 SM, lalu digantikan oleh para pengikut setianya, sampai tahun 68 M
pemukiman Qumran dihancurkan oleh tentara Romawi.
Dari sebelas gua
yang ditemukan di Qumran , ternyata sebagian besar adalah naskah-naskah Alkitab
dalam bahasa asli Ibrani, tafsiran-tafsiran dalam bahasa Aramaik dan sebagian
kecil dalam bahasa Yunani.
Metode Ilmiah Usia Manuskrip
Metode Paleografi
adalah cara yang paling umum dikenal untuk menentukan usia suatu manuskrip atau
naskah tulisan tangan, berdasarkan ciri-ciri aksara yang digunakan.
Seperti
diketahui, bahwa setiap zaman mempunyai kebiasaan cara menuliskan aksara,
bentuk-bentuk aksara tulisan tangan dari jaman kejaman selalu berbeda dan
berubah-ubah.
Dua tokoh dalam
menerapkan metode ini adalah Prof. Eliezer Sukenik dan Prof. Albright. Menilik
bentuk aksaranya, Albrght dan Cross, muridnya, menyimpulkan naskah-naskah
Qumran yang paling muda tidak lebih dari tahun 135M dan paling tua berasal dari
abad II SM ( antara tahun 225 – 200 SM ).
Kesimpulan ini
akhrinya juga dibenarkan dengan temuan surat-surat Bar Kohba di wadi maraba’at,
sedangkan Bar Kohba adalah pemimpin Israel yang memberontak kepada Roma tahun
132-135 M.
Metode C-14 ini
ditemukan oleh seorang ahli atom, caranya dengan menghitung zat radio arang
aktif (C-14) yang ada pada suatu naskah dari kulit, papyrus, kayu dan tembikar.
Dari besaran
jumlah C-14 yang terdapat pada bahan yang diteliti, dapatlayh ditentukan usia bahan
tersebut. Melalui metode ini, para arkeolog yang bekerja di Qumran, juga
berhasil mengukur C-14 pada tembikar sisa dan sisa kain yang ditemukan di
Qumran, dimana kain yang paling tua berasal dari sekitar tahun 167 SM.
Selanjutnya
manuskrip Nabi Yesaya yang lebarnya 3 cm dan panjangnya 131 cm diperkirakan
berasal dari tahun 150 SM.
Bukti Pemeliharaan Firman Ilahi
‘Jadi dengan
temuan penting ini kita memiliki manuskrip yang 1000 tahun lebih tua dari
Manuskrip Masora (Alkitab Perjanjian Lama terkuno yang kita miliki berasal dari
abad IX-X M). Setelah diselidiki dengan teliti antara dua naskah tersebut,
tidak ada perbedaan yang cukup berarti’, jeals Bambang Noersena.
Sebelum ditemukan
naskah-naskah laut Mati, manuskrip (tulisan tangan) tertua Perjanjian Lama yang
kita miliki semua berasal dari akhir abad IX dan awal abad X M. Manuskrip itu
dikenal sebagai Manuskrip masoterik, yaitu Manuskrip Geniza dari Cairo,
Manuskrip Allepo dari Syria dan Manuskrip Leningrad dari Rusia.
Dengan penemuan
The Dead Sea Scrolls, yang berasal dari abad II SM, berarti kini kita mempunyai
manuskrip yang 1200 tahun lebih tua atau berusia 2200 tahun dari zaman kita.
Kaum Masoretik
memegang pemeliharaan Kitab Suci sejak tahun 500 – 1000 M, yang sebelumnya
dipegang kaum Seferim. Kalau kaum Seferim zaman Yesus sampai menghitung jumlah
huruf-huruf Kitab Suci, dalam menjaga keaslian firman-firman ilahi kaum
Masoretik lebih teliti lagi.
Misalnya, kalau
dalam penyalinan Alkitab ia meragu-ragukan ketepatan bacaan ayat tertentu, mereka
tidak berani menggantinya. Mereka hanya mencantumkan kode ‘K’ (Ketiv =
tertulis) di samping bacaan yang diragukan dan pada bawah halaman Kitab mereka
mengusulkan bacaannya yang benar di bawah kode ‘Q’ (Qere = bacaan). Maklumlah,
bahasa Ibrani kuno tidak mempunyai huruf hidup.
Contoh seperti
itu, misalnya ada dalam Yes 21:8 dan Yer 31:40. Para ahli Taurat meragukan bacaan Hash
Sharemot, karena memang kata itu tidak ada artinya dalam bahasa Ibrani,
tetapi toh mereka tidak berani mengubahnya begitu saja.
Mereka hanya
mengusulkan bacaannya yang benar ghash shademoth (artinya:
padang-padang). ‘Perhatikan!’, kata Noorsena, sambil menunjuk salinan fotograph
manuskrip Qumran dan menunjuk Yeremia 1:40,
‘We kal hash shademot ead nahal Qidronc’ (dan segenap tanah datar ditepi
sungai Kidron).
Dengan penemuan Qumran , bacaan para
ahli Taurat itu ternyata tepat. Jadi, teks-teks Qumran sering kali menjelaskan
ayat-ayat yang bacaannya kurang jelas dalam teks-teks yang lebih muda.
Kasus semacam ini, dalam manuskrip
Yesaya di Qumran, yang tertulis di atas papyrus dengan panjang 171 cm dan lebar
31 cm, hanya terdapat kira-kira 15 kali.
Perbedaan kecil dalam rincian huruf
dan cara baca itu, sama sekali tidak mengubah makna firman-firman Tuhan.
Semua penemuan itu membuktikan bahwa
sepanjang zaman Allah selalu menjaga firman-firmanNya sehingga bersih dari
segala usaha pemalsuan dan perubahan. Meskipun ada perbedaan-perbedaan kecil
tetapi itu tidak sama sekali tidak mengubah makna pesan kitab Suci.
Milik orang Kristen Dan Yahudi
Para ahli mengakui bahwa mushaf-mushaf
dari Laut Mati ini banyak sekali memperjelas teks-teks masora yang kurang
jelas.
Pada jamanNya, Yesus Kristus tidak
menyangkal reputasi ahli-ahli Taurat dan imam-imam Farisi karena keseksamaan
mereka dalam kegiatan pemeliharaan Kitab-Kitab suci, sehingga mereka disebut
‘telah menduduki kursi Musa’.
Walaupun demikian Yesus mengecam
kemunafikkan mereka seraya menuntuk kita agar menurut ajaran mereka, tetapi
jangan mengikuti perbuatan mereka. Pengajaran mereka bisa diterima, tetapi
perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan (Mat 23:1-4).
Bagaimanapun juga, bahas Ibrani yang
digunakan di Israel modern itu, pada dasarnya sama dengan bahasa Ibrani yang
dipakai nabi-nabi jaman dahulu.
Misalnya Musa, Daud atau Salomo muncul
kembali ke bumi ini lagi. Kata seorang rekan Yahudi kepada Bambang Noorsena,
pasti orang Israel sekarang dapat dengan mudah berkomunikasi dengan mereka.
‘Ini terbukti, ketika rekapan itu saya
minta membacakan huruf-huruf Ibrani kuno tanpa tanda baca dari manuskrip
(tulisan tangan) Kitab Habakuk yang disimpan di museum itu, dengan lancar dia
membacanya, seperti layaknya membaca koran saja,’ katanya.
Luar biasanya, hasil penelitian
seksama atas teks-teks Alkitab yang berjarak lebih dari 1000 tahun tersebut,
ternyata tidak ada pemalsuan apapun. Kemujizatan penemuan Qumran , tidak hanya
milik orang Kristen, tetapi juga umat Yahudi. Sekalipun Yahudi dan Kristen
sudah berpisah selama 2000 tahun, tetapi kedua agama tetap memegang teguh kitab
suci yang satu dan sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar