Sabtu, November 06, 2010

3 KARUNG BERAS


Ini adalah sebuah kisah nyata dari sebuah keluarga miskin yang hanya terdiri dari seorang ibu dan anak  laki-laki, suaminya telah lama meninggal dunia.

Suatu hari di musim gugur,  anak laki-laki tersebut diterima di sebuah SMA. Dan berdasarkan ketentuan sekolah, setiap bulan masing-masing anak harus membawa 30 kq beras untuk kebutuhan makan mereka. Mendengar hal ini, anak laki-laki itu merasa sedih karena ia tahu bahwa ibunya tidak mungkin bisa menyediakan beras sebanyak itu, karena tahun ini penyakit rematik ibunya semakin parah dan menyulitkannya untuk bergerak. 

Anak laki-laki itu mendatangi ibunya dan berkata, “Ma, penyakit rematik mama semakin parah, saya tidak tega membiarkan mama bekerja seorang diri di sawah. Sedangkan saya enak-enakan pergi ke sekolah. Saya telah memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu mama bekerja di sawah.”

Dengan kasih sang ibu mengelus kepala anaknya dan berkata, "Niat kamu sungguh mulia, Nak. Namun kamu tetap harus pergi ke sekolah. Jangan kuatir tentang mama, mama pasti bisa melakukannya. Lakukan apa yang menjadi tugasmu yaitu pergi ke sekolah. Ayo, cepatlah mendaftar nanti berasnya mama yang antar kesana.” 

Sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan ke sekolah, hingga akhirnya sang mama menampar wajah sang anak tersebut. Betapa terkejutnya sang anak mendapat perlakuan seperti ini karena baru kali ini, ia ditampar mamanya. Tanpa bicara sang ibu segera memalingkan wajahnya agar tidak terlihat sedang meneteskan air mata. 

Tak berapa lama, dengan langkah kaki terpincang-pincang dan nafas tersenggal-senggal, sang mama segera mendatangi kantin sekolah dan menurunkan sekarung beras dari pundaknya. Sang pengawas segera memeriksa isi karung tersebut, mengambil segengam beras dan berkata, “Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan, LIHAT! Ini campuran beras dan gabah. Apa kalian tidak malu memberikan makanan yang seperti ini untuk anak-anak kalian?” Mendengar ucapan pengawas, sang ibu merasa malu dan minta maaf berkali-kali. 

Bulan berikutnya, sang ibu membawa sekarung beras kembali dan menyerahkannya kepada pengawas. Dengan alis yang mengkerut, ia berguman, "Masih dengan beras yang sama.” 

Pengawas itu berkata, "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan, kami tetap akan menerimanya, tapi tolong dipisahkan antara gabah dan beras. Karena ini menambah pekerjaan kepada kami. Bila bulan depan masih seperti ini, mohon maaf, saya tidak bisa menerimanya.”

Dengan nada takut-takut, sang ibu berkata, “Ibu pengawas, semua beras di rumah kami seperti ini, saya harus bagaimana?”
Dengan ketus pengawas itu berkata, "Memangnya ibu tidak punya pembantu yang bisa disuruh untuk menampi beras ini terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada kami!”

Di bulan ke-3, sang ibu kembali menyerahkan beras yang sama seperti bulan yang lalu. Tentu saja hal ini menimbulkan kekesalan di hati sang pengawas, dengan ketus sang pengawas berkata, "Mengapa ibu begitu keras kepala dan tidak mendengar apa yang saya katakan. Bahwa beras ini sudah harus bersih dan tidak bercampur dengan gabah dan harus 1 jenis. Sana bawa pulang saja beras ini!” 

Seraya berlinangan air mata, sang ibu berlutut di depan kaki sang pengawas dan berkata, "Maafkan saya, Bu. Sebenarnya saya mendapatkan beras ini hasil dari mengemis.”  Sang ibu duduk di atas lantai, menggulung celana panjangnya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. "Saya menderita rematik stadium akhir, jangankan untuk bercocok tanam, untuk berjalan pun sakit sekali. Tadinya anak saya tidak mau sekolah dan memutuskan untuk membantu saya di sawah. Namun saya melarangnya dan menyuruhnya untuk tetap bersekolah. Selama ini, saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada sanak saudara yang lain, supaya anak saya tidak minder di sekolahnya. Pagi-pagi buta, saya sudah keluar dengan sebuah karung dan sebatang tongkat berangkat ke kampung sebelah untuk mengemis, dan baru pulang ke rumah setelah hari mulai gelap. Setiap hari saya lakukan hal ini demi untuk memenuhi kewajiban membawa 30 kg beras ke sekolah."

Mendengar penuturan sang ibu, sang pengawas tertegun dan tanpa sadar air matanya mengalir penuh keharuan mendengar perjuangan sang ibu. Seraya mengangkat sang ibu dari lantai, ia berkata, "Bu, saya akan laporkan hal ini kepada kepala sekolah, supaya anak ibu mendapatkan keringanan selama bersekolah di sini.” 

Sang ibu buru- buru menolak dan berkata, "Jangan, kalau anakku tahu bahwa ibunya menjadi  pengemis demi agar dia sekolah. Saya takut harga dirinya akan hancur dan dia menjadi tidak konsentrasi di sekolahnya. Terima kasih atas perhatian dan kebaikan hati ibu, namun mohon maaf saya tidak bisa menerimanya. Bu, tolong rahasiakan hal ini dari anak saya.”

Entah dari mana, berita ini terdengar oleh kepala sekolah dan secara diam-diam membebaskan semua biaya anak tersebut selama bersekolah. 3 tahun kemudian, anak ini lulus dengan nilai 627 poin dan masuk ke perguruan tinggi QING HUA. 

Di hari wisuda SMA, kepala sekolah mengundang ibu anak ini untuk duduk di tempat utama di samping tempat duduk pejabat sekolah. Di dalam hatinya, ibu ini merasa aneh karena melihat 3 buah karung beras yang diletakkan di samping podium.

Dalam kata-kata sambutannya, sang kepala sekolah menceritakan perjuangan seorang ibu yang dengan rela menjadi pengemis demi untuk menyekolahkan anaknya sampai tamat dan memberikan applaus kepada sang ibu untuk naik ke podium menerima penghargaan. 

Dan betapa terkejutnya sang anak melihat bahwa ternyata mamanya lah yang diceritakan oleh kepala sekolah tersebut. Mata keduanya saling bertatapan dan sang anak akhirnya berlari berhamburan ke pelukan mamanya. Sebuah kasih sayang dan perjuangan seorang ibu yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. 

Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan sepanjang kenangan."

Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada anaknya tanpa mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah dengan satu harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses dimasa depannya. 

Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan satu kalimat: "Terimakasih Mama. Aku mencintaimu, aku mengasihimu…selamanya.”


With a warm love from GOD! (lyn-06112010)

visit: http://myjourney-hliesye.blogspot.com



Tidak ada komentar: