Ini adalah sebuah kisah nyata
dari sebuah keluarga miskin yang hanya terdiri dari seorang ibu dan anak laki-laki, suaminya telah lama meninggal dunia.
Suatu hari di musim gugur, anak laki-laki tersebut diterima di sebuah
SMA. Dan berdasarkan ketentuan sekolah, setiap bulan masing-masing anak harus
membawa 30 kq beras untuk kebutuhan makan mereka. Mendengar hal ini, anak
laki-laki itu merasa sedih karena ia tahu bahwa ibunya tidak mungkin bisa
menyediakan beras sebanyak itu, karena tahun ini penyakit rematik ibunya
semakin parah dan menyulitkannya untuk bergerak.
Anak laki-laki itu mendatangi
ibunya dan berkata, “Ma, penyakit rematik mama semakin parah, saya tidak tega
membiarkan mama bekerja seorang diri di sawah. Sedangkan saya enak-enakan pergi
ke sekolah. Saya telah memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu mama
bekerja di sawah.”
Dengan kasih sang ibu mengelus
kepala anaknya dan berkata, "Niat kamu sungguh mulia, Nak. Namun kamu
tetap harus pergi ke sekolah. Jangan kuatir tentang mama, mama pasti bisa
melakukannya. Lakukan apa yang menjadi tugasmu yaitu pergi ke sekolah. Ayo, cepatlah
mendaftar nanti berasnya mama yang antar kesana.”
Sang anak tetap bersikeras tidak
mau mendaftarkan ke sekolah, hingga akhirnya sang mama menampar wajah sang anak
tersebut. Betapa terkejutnya sang anak mendapat perlakuan seperti ini karena
baru kali ini, ia ditampar mamanya. Tanpa bicara sang ibu segera memalingkan
wajahnya agar tidak terlihat sedang meneteskan air mata.
Tak berapa lama, dengan langkah
kaki terpincang-pincang dan nafas tersenggal-senggal, sang mama segera
mendatangi kantin sekolah dan menurunkan sekarung beras dari pundaknya. Sang pengawas
segera memeriksa isi karung tersebut, mengambil segengam beras dan berkata, “Kalian
para wali murid selalu suka mengambil keuntungan, LIHAT! Ini campuran beras dan
gabah. Apa kalian tidak malu memberikan makanan yang seperti ini untuk
anak-anak kalian?” Mendengar ucapan pengawas, sang ibu merasa malu dan minta
maaf berkali-kali.
Bulan berikutnya, sang ibu
membawa sekarung beras kembali dan menyerahkannya kepada pengawas. Dengan alis
yang mengkerut, ia berguman, "Masih dengan beras yang sama.”
Pengawas itu berkata, "Tak
perduli beras apapun yang Ibu berikan, kami tetap akan menerimanya, tapi tolong
dipisahkan antara gabah dan beras. Karena ini menambah pekerjaan kepada kami.
Bila bulan depan masih seperti ini, mohon maaf, saya tidak bisa menerimanya.”
Dengan nada takut-takut, sang ibu
berkata, “Ibu pengawas, semua beras di rumah kami seperti ini, saya harus
bagaimana?”
Dengan ketus pengawas itu
berkata, "Memangnya ibu tidak punya pembantu yang bisa disuruh untuk
menampi beras ini terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada kami!”
Di bulan ke-3, sang ibu kembali
menyerahkan beras yang sama seperti bulan yang lalu. Tentu saja hal ini
menimbulkan kekesalan di hati sang pengawas, dengan ketus sang pengawas
berkata, "Mengapa ibu begitu keras kepala dan tidak mendengar apa yang
saya katakan. Bahwa beras ini sudah harus bersih dan tidak bercampur dengan
gabah dan harus 1 jenis. Sana bawa pulang saja beras ini!”
Seraya berlinangan air mata, sang
ibu berlutut di depan kaki sang pengawas dan berkata, "Maafkan saya, Bu.
Sebenarnya saya mendapatkan beras ini hasil dari mengemis.” Sang ibu duduk di atas lantai, menggulung celana
panjangnya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. "Saya
menderita rematik stadium akhir, jangankan untuk bercocok tanam, untuk berjalan
pun sakit sekali. Tadinya anak saya tidak mau sekolah dan memutuskan untuk
membantu saya di sawah. Namun saya melarangnya dan menyuruhnya untuk tetap
bersekolah. Selama ini, saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada sanak
saudara yang lain, supaya anak saya tidak minder di sekolahnya. Pagi-pagi buta,
saya sudah keluar dengan sebuah karung dan sebatang tongkat berangkat ke
kampung sebelah untuk mengemis, dan baru pulang ke rumah setelah hari mulai
gelap. Setiap hari saya lakukan hal ini demi untuk memenuhi kewajiban membawa
30 kg beras ke sekolah."
Mendengar penuturan sang ibu,
sang pengawas tertegun dan tanpa sadar air matanya mengalir penuh keharuan
mendengar perjuangan sang ibu. Seraya mengangkat sang ibu dari lantai, ia
berkata, "Bu, saya akan laporkan hal ini kepada kepala sekolah, supaya
anak ibu mendapatkan keringanan selama bersekolah di sini.”
Sang ibu buru- buru menolak dan
berkata, "Jangan, kalau anakku tahu bahwa ibunya menjadi pengemis demi agar dia sekolah. Saya takut
harga dirinya akan hancur dan dia menjadi tidak konsentrasi di sekolahnya. Terima
kasih atas perhatian dan kebaikan hati ibu, namun mohon maaf saya tidak bisa
menerimanya. Bu, tolong rahasiakan hal ini dari anak saya.”
Entah dari mana, berita ini
terdengar oleh kepala sekolah dan secara diam-diam membebaskan semua biaya anak
tersebut selama bersekolah. 3 tahun kemudian, anak ini lulus dengan nilai 627
poin dan masuk ke perguruan tinggi QING HUA.
Di hari wisuda SMA, kepala sekolah
mengundang ibu anak ini untuk duduk di tempat utama di samping tempat duduk
pejabat sekolah. Di dalam hatinya, ibu ini merasa aneh karena melihat 3 buah
karung beras yang diletakkan di samping podium.
Dalam kata-kata sambutannya, sang
kepala sekolah menceritakan perjuangan seorang ibu yang dengan rela menjadi
pengemis demi untuk menyekolahkan anaknya sampai tamat dan memberikan applaus
kepada sang ibu untuk naik ke podium menerima penghargaan.
Dan betapa terkejutnya sang anak
melihat bahwa ternyata mamanya lah yang diceritakan oleh kepala sekolah
tersebut. Mata keduanya saling bertatapan dan sang anak akhirnya berlari
berhamburan ke pelukan mamanya. Sebuah kasih sayang dan perjuangan seorang ibu
yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Pepatah mengatakan: "Kasih
ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan sepanjang kenangan."
Inilah kasih seorang mama yang
terus dan terus memberi kepada anaknya tanpa mengharapkan kembali dari sang
anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal
lelah dengan satu harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses dimasa depannya.
Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan satu
kalimat: "Terimakasih Mama. Aku mencintaimu, aku mengasihimu…selamanya.”
With a warm love from GOD! (lyn-06112010)
visit: http://myjourney-hliesye.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar